Kayu Jati atau dalam bahasa latin Tectona Grandis merupakan kayu komersial yang banyak diminati masyarakat karena memiliki kualitas terbaik diantara jenis kayu lainnya. Secara morfologi tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai 30-45 m. Batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 m bila dilakukan pemangkasan.
Budidaya pohon jati telah dilakukan sejak lama. Hasil budidaya jati terkenal sangat kuat dan keras, awet, dan mampu bertahan terhadap berbagai kondisi cuaca, serangan serangga terutama rayap, dan lain-lain. Namun walau kuat dan keras kayu jati mudah dipotong. Kayu jati juga mempunyai tekstur yang menarik sehingga dapat memberi kesan ekslusif pada material yang memanfaatkan kayu jenis ini seperti tiang rumah, daun pintu, kusen, daun jendela, furnitur atau mebel, dan lain-lain.
Budidaya pohon jati di Indonesia kabarnya diperkenalkan pelaut-pelaut dari India sekitar abad ke 7 masehi. Ketika itu kapal-kapal layar dari India yang pada masa Hindu sering kesulitan mencari bahan pengganti untuk memperbaiki kapal mereka yang masuk ke nusantara dalam misi perdagangan mencari rempah-rempah, gaharu, dan lain-lain.
Perjalanan laut menuju nusantara yang panjang, badai, angin kencang dan gelombang besar sering merusak tiang-tiang kapal mereka yang berbahan kayu jati. Pelaut-pelaut tersebut kesulitan mencari kayu yang berkualitas setara dengan bahan kapal mereka namun sayangnya pada masa itu belum ditemukan di nusantara.
Budidaya pohon jati di Indonesia didasarkan atas kebutuhan ini. Budidaya pohon jati awalnya dilaksanakan di daerah Rembang dan Blora dan menyebar ke daerah lainnya. Perkembangan budidaya pohon jati di nusantara didukung oleh kerajaan hindu di Jawa, tetapi seiring banyaknya konflik dan peperangan yang menjatuhkan kerajaan ini mengakibatkan anjolknya budidaya pohon jati di nusantara.
Budidaya pohon jati di tanah air kembali menggeliat ketika penjajah Belanda berkuasa dan melihat potensi ekonomi tanaman ini. Budidaya jati pun dimonopoli oleh pemerintah kolonial dan kini pohon-pohon tersebut dikelola oleh PT. Perhutani. Budidaya pohon jati baru dapat dinikmati hasilnya secara maksimal pada usia 50 tahun bahkan hingga 80 tahun. Artinya, jati-jati yang dipanen pada saat ini merupakan hasil budidaya pohon jati pada masa Belanda dahulu.
Budidaya pohon jati telah dilakukan sejak lama. Hasil budidaya jati terkenal sangat kuat dan keras, awet, dan mampu bertahan terhadap berbagai kondisi cuaca, serangan serangga terutama rayap, dan lain-lain. Namun walau kuat dan keras kayu jati mudah dipotong. Kayu jati juga mempunyai tekstur yang menarik sehingga dapat memberi kesan ekslusif pada material yang memanfaatkan kayu jenis ini seperti tiang rumah, daun pintu, kusen, daun jendela, furnitur atau mebel, dan lain-lain.
Budidaya pohon jati di Indonesia kabarnya diperkenalkan pelaut-pelaut dari India sekitar abad ke 7 masehi. Ketika itu kapal-kapal layar dari India yang pada masa Hindu sering kesulitan mencari bahan pengganti untuk memperbaiki kapal mereka yang masuk ke nusantara dalam misi perdagangan mencari rempah-rempah, gaharu, dan lain-lain.
Perjalanan laut menuju nusantara yang panjang, badai, angin kencang dan gelombang besar sering merusak tiang-tiang kapal mereka yang berbahan kayu jati. Pelaut-pelaut tersebut kesulitan mencari kayu yang berkualitas setara dengan bahan kapal mereka namun sayangnya pada masa itu belum ditemukan di nusantara.
Budidaya pohon jati di Indonesia didasarkan atas kebutuhan ini. Budidaya pohon jati awalnya dilaksanakan di daerah Rembang dan Blora dan menyebar ke daerah lainnya. Perkembangan budidaya pohon jati di nusantara didukung oleh kerajaan hindu di Jawa, tetapi seiring banyaknya konflik dan peperangan yang menjatuhkan kerajaan ini mengakibatkan anjolknya budidaya pohon jati di nusantara.
Budidaya pohon jati di tanah air kembali menggeliat ketika penjajah Belanda berkuasa dan melihat potensi ekonomi tanaman ini. Budidaya jati pun dimonopoli oleh pemerintah kolonial dan kini pohon-pohon tersebut dikelola oleh PT. Perhutani. Budidaya pohon jati baru dapat dinikmati hasilnya secara maksimal pada usia 50 tahun bahkan hingga 80 tahun. Artinya, jati-jati yang dipanen pada saat ini merupakan hasil budidaya pohon jati pada masa Belanda dahulu.
------
Kami memiliki 25 Ha lahan dengan jumlah 27.000 batang pohon jati siap panen. Kami menjual kayu jati kualitas super tersebut secara borongan dan sistem tebang sendiri dengan harga Rp. 1.000.000,-/pohon.
Jika berminat dan serius, dapat menghubungi:
Drs. Muh. Amir. M
HP: 085242699148
HP: 085242699148
Tidak ada komentar:
Posting Komentar